Racauan Guru Galib yang Tidak Habis Dimengerti

Racauan Guru Galib yang Tidak Habis Dimengerti

Desember 29, 2022 0 By Kusfandiari MM Abu Nidhat

Estuman Kusfandiari MM Abu Nidhat

Bukan karena ingin meniru tokoh nasional maupun tokoh internasional untuk menyampaikan pesan lewat cerita pendek atau novel yang ditulisnya, Guru Galib berusaha menyampaikan pesan dengan harapan bisa dibaca, dipahami, dan kalau bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, lagi-lagi ia ingin punya sikap yang sama sekali berbeda dengan para penulis lainnya. Ia tidak sekedar memburu pesan-pesan yang tersebar di seluruh pelosok jagad maya. Kemudian ia coba mengolahnya dengan pesan yang unik.

Guru Galib paham betul bahwa meracau itu berbicara tidak karuan di waktu seseorang sakit, mengalami demam tinggi dan sebagainya. Juga ia paham betul bahwa meracau itu bersinonim dengan mengigau. Ia tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang terkait dengan tulisannya yang dianggap sebagai racauan atau igauan. Sekali lagi, yang penting ia bisa menulis. Begitu saja.

Jika seseorang pernah meracau seperti berbicara, berjalan, dan berpindah tempat pada saat tidur atau terjadi saat seseorang dalam kondisi setengah sadar, maka kondisi semacam ini sebenarnya bukan masalah kesehatan, tetapi bisa menganggu orang-orang di sekitar dan bisa membahayakan diri sendiri. Guru Galib telah mempelajarinya bahwa ada lima penyebab seseorang meracau, yaitu kurang tidur, demam, mengonsumsi obat, sleep terror, dan gangguan REM (Rapid Eye Movement). Kelelahan, respon imun mengalami peningkatan saat sakit, dan kelebihan dosis obat bisa menimbulkan gangguan REM dan sleep error yang berlangsung selama 20%-25% total tidur semalam. Kondisi tersebut membuat mata akan bergerak cepat dalam keadaan tertutup. Tekanan darah mengalami peningkatan, jantung berdetak cepat, dan gelombang aktivitas otak hampir sama dengan keadaan sadar. Pada saat itulah, tubuh akan bergerak dan mengeluarkan suara sesuai dengan mimpi yang terjadi.

Sleep terror adalah kondisi tidur seseorang di mana ia merasa sedang terbangun, kemudian melakukan tindakan seperti menendang, berteriak, dan melakukan sesuatu karena takut. Hal itu berkaitan dengan beragam hal yang menampak di dalam mimpi. Kondisi ini pun bisa berbahaya karena, orang yang mengigau bisa melukai orang lain termasuk dirinya sendiri dalam kondisi tidak sadar. Ia tidak akan teringat semua kejadian saat dia tertidur.

Guru Galib hanya suka mempelajari masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Salah satu di antaranya gejala meracau dalam keadaan tidur. Sedangkan apa yang disampaikan di bawah ini tidak terkait dengan fenomena tidur, tetapi ia benar-benar sadar merangkai kata-kata sehingga menjadi paragraf-paragraf yang tidak mudah dimengerti orang lain. baginya, hal ini jadi kebahagiaan tersendiri, sebagai berikut.

Jika menunggu didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak terlalu menyenangkan, maka sudah selayaknya kita menepis kejenuhan, kegelisahan, kekhawatiran, kemalasan, kesedihan, dan ketertutupan. Bukan karena kita tidak sabar menunggu, toh yang ditunggu-tunggu tidak jelas kapan datangnya, tetapi alangkah indahnya bahwa selama menunggu kita isi aktivitas yang bermakna dan bermanfaat. Misalnya selama tidak ada larangan memotret, kita potret sebanyak mungkin setiap sudut yang ada di sekitar stasiun kereta api. Biarpun orang-orang memandangnya sebagai perilaku yang aneh dan tidak lazim.

Kita tidak harus menunggu hadirnya pelangi di musim hujan, tetapi kita bisa membuat pelangi dengan kabut buatan. Kita tidak harus menunggu suasana tenang itu yang bagaimana, tetapi kita bisa membangun ketenangan bersama para anggota keluarga. Kita tidak harus mencari sumber kebahagiaan, tetapi kita harus berusaha membangun kebahagiaan. Kita tidak bisa menunggu hidup yang berwarna, tetapi kita mesti mewarnai hidup dengan beragam aktivitas yang penuh makna dan manfaat. Salah satu di antaranya, kita beramai-ramai membuat pelangi dengan kabut buatan, yang kita sorot dengan lampu LED berdaya listrik sedang. Terbentuklah pelangi yang melingkar dan bukan setengah lingkaran.

Jangan memandang bahwa hari ini dan hari esok sebagai hari yang ada. Wong, hari kemarin saja Anda telah menyia-nyiakan dan Anda sering mengucapkan “tidak terasa ….”. Jika memang Anda pandang bahwa hari ini dan hari esok sebagai sisa hidup, tentu kita mesti menyikapi bagaimana kita mengisi hari-hari yang kita maksud dengan kegiatan yang bahagia dan menyenangkan, menyempurnakan dan melengkapi. Tidak usahlah membangun mimpi yang indah, jika di alam nyata tanpa aktivitas dan hanya duduk merenung belaka. Tetaplah bersama dengan orang-orang yang kita kenali dan akrab untuk membangun kondusivitas dan menikmati hari-hari tanpa melewati iklim kreatif dan inovatif.

Berbicara tentang kenyamanan tidak sekedar membayangkan kekinian, melainkan bagaimana perjalanannya yang menempuh jalan terjal dan berliku dengan berusaha menemukan formulasi lewat berbagai uji coba. Formulasi yang tidak pernah berakhir. Jika dikatakan bahwa bahagia itu sederhana, sudah seharusnya bagaimana kita memperlakukan sederhana itu sebagai sesuatu yang istimewa. Jangan membiarkan yang sederhana itu berlalu begitu saja, tetapi bahwa masih ada keistimewaan dalam kesederhanaan tersebut.

Cinta memang indah, tetapi bagaimana mengindahkan cinta yang bernuansa rasa bahagia dan rasa rindu yang tidak mudah kita reka dan berusaha sekuat-kuatnya agar tidak pernah berakhir. Jika Anda pandang bahwa cinta tidak ada akhirnya, tentu Anda selalu menghayati sebagai berproses. Cinta dan rindu adalah keberlangsungan yang tiada putus-putusnya yang membangun jiwa dan raga kita dengan penuh ketakjuban.

Merasa takjub terhadap kehidupan, sebenarnya lebih mengarah keluar diri sendiri. Faktor eksternal yang Anda coba menangkapnya dan mengolahnya dalam kesan tersendiri. Boleh-boleh saja bersikap semacam ini. Namun, alangkah indahnya harus kita kembalikan kepada diri kita sendiri bahwa ternyata dalam diri sendiri terdapat jutaan ketakjuban yang harus kita pahami dan hayati. Rupa-rupanya Anda telah mengabaikan segala hal yang ada dalam diri Anda sebenarnya ketakjuban yang mesti Anda eksplorasi.

Merasa bahagia bukan kali pertama dan bukan kali terakhir. Seharusnya merasa bahagia itu berlangsung terus menerus sebagai karunia Allah yang harus kita jaga tanpa batas waktu.

Begitu rampung menulis terkait dengan racauan, Guru Galib benar-benar terpuaskan. Meski kepuasan bersifat sementara. Pasalnya setiap saat segala ragam ide datang menghunjam laksana butir-butir hujan yang tempias di jendela kaca, dan tak kuasa mengolak kehadirannya untuk diolah dengan beragam diksi dan genre.

Pangkur-Ngawi, 20221223.14440529.07.38

Penulis tinggal di Pangkur, Budayawan, di GPMB Ngawi sebagai Penasihat.