Menelisik Kata “Paron”

Menelisik Kata “Paron”

Januari 20, 2023 0 By Kusfandiari MM Abu Nidhat

Estuman Kusfandiari MM Abu Nidhat

Secara geografis, setiap tempat oleh warga setempat diberi nama sesuai dengan kesepakatan (konvensional) yang terjadi pada waktu berdirinya (diresmikannya). Nama tempat yang dimaksudkan menunjukkan cermin karakter khas dari tempat yang bersangkutan. Tidak jarang, kita menemukan nama desa yang dikemas dalam dongeng dan atau legenda. Tidak jarang, karena disampaikan dengan tradisi lisan, dongeng dan atau legenda tersebut berkembang menjadi beberapa versi. Bahkan ada yang menimbulkan pro dan kontra atau tindas-menindas. Hal ini disebabkan oleh seiring berjalannya waktu (sudah ada puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu), dongeng dan atau legenda dari nama tempat tersebut sudah sangat jauh mengalami perubahan. Bukan dikurangi, malah ditambah-tambah.

Sebagai warisan dari leluhur yang disampaikan secara turun-temurun, jangankan pendatang, penduduk aseli pun tidak jarang yang tidak tahu asal-usul nama tempat yang bersangkutan, sehingga sulit dibuktikan secara fakta. Bahkan dongeng dan atau legenda yang ada dihubung-hubungkan dengan mitos yang berkembang, bukan dikurangi, malah ditambah-tambahi sehingga memberi kesan sakral atau mungkin menakut-nakuti, maupun tabu untuk diungkit-ungkit atau digugat. Ada tokoh berpengaruh yang sengaja mengemukakan agar dongeng dan atau legenda dikemas dengan skenario yang mengikuti zaman.

Di Ngawi terdapat sejumlah desa yang sudah berhasil mengunggah dongeng dan atau legenda di situs resmi. Bahkan tanpa melalui penyuntingan, yang penting ada. Di Ngawi terdapat sejumlah desa yang diawali dengan fonem /p/ yaitu sebagai berikut.

PeringkatKecamatanNama Desa / KelurahanJumlah
1PangkurPangkur, Paras, Pleset, Pohkonyal4
2SinePandansari, Pocol2
3PituPapungan, Pitu2
4PadasPadas, Pacing2
5MantinganPakah, Pengkol2
6KwadunganPojok, Purwosari2
7KendalPatalan, Ploso2
8KedunggalarPelang Kidul, Pelang Lor2
9KarangjatiPloso Lor, Puhti2
10ParonParon1
11NgrambePucangan1
12NgawiPelem1
13Karanganyar Pandean1
  Jumlah24

Keterangan :

Dari 19 kecamatan, 24 desa/kelurahan yang berawalan fonem /p/ terdapat di 13 kecamatan.

Dalam esai ini, Guru Galib tidak membahas ketiga belas desa tersebut. Agar terbebas dari pro dan kontra, ia hanya membahas dari sisi etimologis. Pilihannya jatuh pada Desa Paron, atau tepatnya asal-usul kata “paron”. Meski kata ini terdiri atas lima fonem yang berbeda, ternyata kata ini menunjukkan beberapa makna, yang satu sama lain berbeda. Juga bervariasi dari pembentukannya.

Pertama, dari kata /aru/ yang berarti /tanak/; diaru : ditanak. Ada kata bentukan /aru+an àaron/ yang berarti hasil menanak. Kemudian dari kata bentukan /aron/ mendapat awalan /pa/, yaitu /pa+aron/ àparon, yang berarti tempat menanak.

Sama halnya dengan /pa+awu+an àpawuan àpawon/ yang berarti tempat awu (tempat abu).

Bukti lain dalam kultur Jawa, kita menemukan istilah nasi aron. Nasi aron adalah nasi yang diperoleh dari teknik memasak di mana beras direndam air terlebih dalu lalu dikukus setengah matang,  kemudian dimasukkan ke dalam wadah besar untuk diaduk menggunakan air mendidih. Setelah itu beras dimasak kembali dengan cara dikukus sampai matang.

Teknik masak dengan cara aron membuat nasi jadi lebih tahan lama dan tidak mudah basi. Kunci keberhasilan membuat nasi aron adalah menggunakan air dengan ukuran yang pas. Pasalnya jika menggunakan jumlah air yang terlampau banyak, maka bisa membuat nasi terlalu lembek ketika matang. Contoh : Ibu lagi ngaru, aja diganggu. (Ibu lagi menanak (beras supaya jadi) nasi, jangan diganggu.

Secara morfologis, ada kata bentukan sebagai berikut:

Ka+aru+an àkaruan àkaron : ditanak setengah matang

Di+aru à diaru : ditanak setengah matang

Bukti berikutnya, ada istilah pengaron atau kemaron (Dialek Mojokerto dan sekitarnya). Pengaron / kemaron adalah belanga besar yang terbuat dari tanah liat (tembikar, grabah). Contoh : Warga setempat mempertahankan kebiasaan memasak dengan tungku api kayu bakar dan menanak (beras supaya jadi) nasi dengan pengaron.

Warga Using Banyuwangi mengartikan pengaron sebagai tempat nasi terbuat dari batang kayu (biasanya kayu mahoni).

Kedua, dalam konteks frasa /aruwara/, yang terdiri atas kata /aru/ yang berarti /setengah matang/, dan /wara/ yang berarti /kabar, berita, omongan, ucapan/. Dengan demikian /aruwara/ adalah ucapan (kabar, berita, omongan) yang setengah matang artinya tidak bisa dipercaya kebenarannya 100%.

ngaruwara (verba) : tindakan menyampaikan ucapan (kabar, berita, omongan) tidak benar, karena tanpa dasar, tanpa ada bukti (fakta, kenyataan).

Kontekstualnya, /pa+aru+an àparuan àparon/ berarti tempat yang setengah matang atau tidak memihak.

Ketiga, kata /rwa/ dari Bahasa Sansekerta yang berarti /loro/ (Bahasa Jawa) atau dua (Bahasa Indonesia).

Pada abad ke 14 masehi pada masa Kerajaan Majapahit, Mpu Tantular menulis Buku Sutasoma. Dalam buku tersebut tertulis Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Klausa Bhinneka Tunggal Ika, artinya beraneka itu satu. Sedangkan Tan Hana Dharma Mangrwa, artinya tidak ada kewajiban (aturan, kebenaran, pengabian) yang mendua.

Dalam konteks paragraf tersebut di atas, Guru Galib hanya menyoroti kata /rwa/. Hal ini terbukti dalam kata bentukan :

Ka+rwa+an à karwan à karon : berdua, Tindak menyang Madiun, mung Ibu lan Bapak karon wae. (Pergi ke Madiun, hanya Ibu dan Bapak berdua saja).

Pa+rwa+an à parwan à paron : terbagi menjadi dua, ada dua macam, rambute paron : warna rambute ana rong macem yakuwi ireng lan putih.

Banyak sekali bentuk tolong-menolong yang dapat kita lakukan di lingkungan sekitar kita. Salah satunya yaitu tolong-menolong dalam bentuk pertanian dan perkebunan yang tentunya saling menguntungkan antara pemilik dengan penggarap. Perjanjian pengusahaan tanah dengan bagi hasil semula diatur dalam hukum adat yang didasarkan pada kesepakatan antara pemilik tanah dan petani penggarap dengan mendapat imbalan hasil yang lahir berdasarkan hukum adat.

Dari tolong-menolong inilah muncul istilah kerjasama dalam bidang pertanian atau perkebunan yang disebut dengan /paruan/ atau /paron/.

Sampai di sini muncul pertanyaan : Apakah Desa Paron terdiri atas dua bagian? Silakan dibahas di forum yang terbatas! Atau apakah warga Desa Paron pernah atau sejak dulu menyelenggarakan /paron/ dalam mengelola lahan pertanian dan perkebunan?

Keempat, kata /parwa/ dalam bahasa Kawi (Jawa Kuna) berarti perangan. Parwa : bagian (Bahasa Inggris : part). Hal ini bisa ditunjukkan penjelasan sebagai berikut.

Tuladha Ukara Panyandra Perangan Awak

(Contoh Kalimat yang Dipergunakan untuk Mendeskripsikan Bagian Tubuh)

1. Alise nanggal sepisan

2. Astane nggendhewa gandhing

3. Bangkekane nawon kemit

4. Bathuke nyela cendhani

5. Cahyane sumunar

6. Drijine mucuk eri

7. Godhege simbar rumembun

8. Gundhule ngolan-olan

9. Idepe tumenga tawang

10. Irunge kencana pinantar

11. Kempole nyunthang walang

12. Lakune kaya macan luwe

13. Lambene nggula sethemlik

14. Lambene nyigar jambe

15. Lengene nggendhewa pinenthang

16. Mripate blalak-blalak

17. Pawakane sedhet singset

18. Pipine nduren sajuring

19. Polatane ruruh jatmika

20. Pundhake nraju mas

21. Rambute ngembang bakung

22. Sinome micis wutah

23. Swarane ngombak banyu

24. Ulate ndamar kanginan

25. Untune miji timun

Pertanyaannya : Apakah warga Desa Paron terbiasa mendeskripsikan bagian tubuh (perangan awak) seperti contoh tersebut di atas?

Kelima, kata /parwa/ dalam Bahasa Sansekerta berarti bagian atau episode.

Dalam Aswalayana Srautasutra disebutkan bahwa epos Mahǎbhǎrata (Cerita Keluarga Besar Bharata) versi awal terdiri atas 24.000 sloka. Versi tersebut terus berkembang hingga dalam bentuknya yang sekarang terdiri atas 100.000 sloka. Berikut ini merupakan ringkasan dari delapan belas parwa (episode) dari epos Mahǎbhǎrata:

1. Adiparwa (Episode Pengantar)

2. Sabhaparwa (Episode Persidangan)

3. Wanaparwa (Episode Pengembaraan di Hutan)

4. Wirathaparwa (Episode Pandawa di Negeri Wiratha)

5. Udyagaparwa (Episode Usaha dan Persiapan)

6. Bhismaparwa (Episode Mahasenapati Bhisma)

7. Dronaparwa (Episode Mahasenapati Drona)

8. Karnaparwa  (Episode  Mahasenapati  Karna)

9. Salyaparwa (Episode Mahasenapati Salya)

10. Sauptikaparwa (Episode Penyerbuan di waktu malam)

11. Striparwa (Episode Janda/Isteri selaku Pendamping Suami?)

12. Shantiparwa (Episode Kedamaian Jiwa)

13. Anusasanaparwa (Episode Ajaran)

14. Aswamedhikaparwa (Episode Aswamedha)

15. Asramaparwa (Episode Pertapaan / Tempat Bertapa), yang kini diartikan sebagaitempat menginap dalam mengikuti pendidikan atau pelatihan)

16. Mausalaparwa (Episode Senjata Gada)

17. Mahaprashthanikaparwa (Episode Perjalanan Suci)

18. Swargarohanaparwa (Episode Naik ke Surga)

(Suhardi dan Sudirga, 2015:68-69).

Pertanyaannya : Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, kata bentukan /parwa+an àparwaan àparon/, apakah terbentuknya Desa Paron terdiri atas bebeberapa episode? Jika memang benar, ada berapa parwa (episode)?

Keenam, kata /paron/ berarti alas (semacam meja kerja dari besi atau baja utuh) yang dipergunakan untuk menempa logam (besi) membara. Penjelasannya sebagai berikut.

Pandai besi (tukang pandhe) adalah orang yang pekerjaannya menempa logam (biasanya besi) untuk dijadikan alat-alat pertanian (cangkul, , arit, bendho, bapang, kapak, pisau, sabit, dan sebagainya), senjata (tombak, trisula). Untuk memanaskan besi, digunakan perapian, baik dari arang kayu jati atau kayu keras lainnya, supaya panas yang dihasilkan bisa maksimal. Sedangkan untuk alas ketika akan membentuk besi, digunakan paron. Selain membuat alat, seorang pandai besi juga dapat mengasah alat yang lama supaya tajam kembali.

Pertanyaannya : Apakah di Desa Paron dulunya bahkan mungkin sampai kini ada (banyak) pandai besi (tukang pandhe)? Perlu penelusuran lebih lanjut.

Ketujuh, kata /ron/ yang berarti /daun/ jika mendapat awalan /pa-/ menjadi /paron/ yang berarti tempat daun atau tempat menyimpan daun.

Pertanyaannya : Apakah di Desa Paron ada daun (ron) atau pohon yang berkaitan dengan daun tersebut yang tergolong unik?

Kedelapan, sejumlah kata bentukan dari kata dasar yang fonem akhirnya /u/ bertemu dengan akhiran /an/ dalam kata bentukan bahasa Jawa akan berubah jadi /on/

Paku+an à pakuan àpakon : hasil memaku

Pa+kon à pakon : perintah, instruksi

Palu+an à paluan àpalon : hasil memalu dengan palu

Pa+alu+an àpaaluan àpalon : hasil memalu dengan alu

Pa+alon à paalon à palon : hasil membuat pelan

Pa+kuwu+an à pakuwuan à pakuwon : pesanggrahan, peristirahatan

Pa+gupu+an à pagupuan à pagupon : omah/kandang dara

Pa+guru+an à paguruan à paguron : tempat atau area berguru

Pa+turu+an à paturuan à paturon : tempat tidur

Pa+wuku+an à pawukuan à pawukon : hasil membuat perhitungan wuku

Pa+tutu+an à panutuan à panuton : hasil menumbuk

Pertanyaannya : Berdasarkan variabel kata bentukan tersebut di atas, kita bisa menelisik makna kata “paron”. Adakah kata /paron/ yang bermakna selain uraian tersebut di atas?

Pangkur-Ngawi, 20230119.14440726.12.10

Penulis tinggal di Pangkur, Budayawan, di GPMB Ngawi sebagai Penasihat.