Dari Fermentasi sampai Ekoenzim

Dari Fermentasi sampai Ekoenzim

Februari 25, 2023 0 By Kusfandiari MM Abu Nidhat

Estuman Kusfandiari MM Abu Nidhat

Satu Manuver Positif

Untuk mengantisipasi harga pupuk anorganik yang mengalami kenaikan secara berkala, para petani harus survival bertahan pada pengolahan lahan pertanian agar tetap produktif dan menguntungkan. Mereka tidak harus mengandalkan harga subsidi yang bersifat memantik. Mereka berusaha mengandalkan substitusi pupuk anorganik dengan pupuk organik yang sebenarnya sangat melimpah di lingkungan masing-masing.

Para petani harus pandai-pandai mengelola ekonomi pertaniannya. Sebab, jika tidak demikian, penghasilannya akan berkurang seiring dengan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari. Harus diakui bahwa memang sebagian besar dari mereka mengandalkan lahan pertanian yang mereka miliki untuk memperoleh penghasilan. Itupun mereka peroleh tidak setiap bulan, melainkan sekitar tiga atau empat bulan sekali, usai panen. Sedangkan usaha sampingan boleh dikatakan bervariasi dan tidak bisa diandalkan sebagai penghasilan tetap. Semua itu dilakukan agar mereka bisa menghidupi keluarganya secara terus menerus.

Salah satu usaha yang bisa mereka lakukan ialah dengan teknologi tepat guna Ecofarming (EF). EF adalah usaha pertanian dengan mengelola bahan-bahan organik yang melimpah di lingkungan sebagai pupuk organik super aktif. Pupuk ini terbukti mengandung unsur hara lengkap sesuai dengan kebutuhan tanaman. Di dalam pupuk organik ini diyakini sudah ada bakteri positif yang bisa mengembalikan kesuburan tanah.

Dengan prinsip “Jika bisa membuat sendiri, mengapa mesti membeli(?). Jika bisa memperoleh gratisan, mengapa harus mengeluarkan biaya(?)”. Prinsip inilah yang harus dipegang teguh para petani yang melek literasi. Mereka harus bangkit dari “keterpurukan” karena diombang-ambingkan oleh kebutuhan pertanian yang dirasa fluktuatif dan cenderung mengalami kenaikan harga.

Untuk keperluan ini, para petani harus benar-benar menyadari bahwa penggunaan pupuk anorganik selama ini telah mengubah struktur tanah, dari yang dulu gembur, kini mengalami pemadatan karena unsur hara tanah terkuras habis. Dengan kata lain, EF dimaksudkan agar kesuburan tanah bisa kembali dan sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Pada gilirannya nanti, tanaman bisa produktif, serta usaha yang dilakukan merupakan usaha yang ramah lingkungan.

Dengan berpegang teguh pada filosofi kearifan lokal, para petani harus menyadari sepenuhnya bahwa kesuburan tanah sebenarnya merupakan “kerja keras” organisme mikro yang tak kasat mata. Selama ini pupuk anorganik (baca: pupuk kimia) telah membunuh organisme mikro dan juga cacing dalam tanah, sehingga lama-kelamaan tanah jadi tidak gembur, tidak subur. Postulat pupuk anorganik menyuburkan tanaman dan meningkatkan produksi pertanian pelan-pelan harus dilupakan. Dengan kearifan lokal, para petani harus benar-benar bisa memanfaatkan limbah organik yang melimpah yang ada di lingkungan. Dengan demikian, diharapkan mereka bisa melakukan usaha pertanian yang membuat tanaman bisa menjadi lebih sehat dan kuat serta produktif dalam masa panen.

EF berbahan dasar limbah organik nabati (pupuk dengan bahan organik dan tanpa bahan kimia). Juga tidak menutup kemungkinan para petani memiara ternak. Limbah peternakan atau kotoran hewan (kohe), seperti ayam, kambing, dan sapi bisa dimanfaatkan sebagai kompos dengan durasi pemeraman tertentu dan bertahap. 

Sebagai pertanian ekologis, EF harus benar-benar ditetapkan. Tidak setengah-tengah atau malah slogan semata. Dengan kata lain harus dikembangkan selaras dengan kondisi alam atau ekosistem setempat. Dengan menerapkan pertanian ekologis, para petani bisa memperoleh sejumlah keuntungan, yaitu : 1. Mengembalikan sekaligus meningkatkan kesuburan tanah, 2. Mengurangi erosi dan pencemaran air dan tanah, 3. Menghidupkan kembali siklus rantai makanan, untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, 4. Mengembangkan pemanfaatan dan konservasi keanekaragaman hayati dalam pertanian, 5. Meningkatkan kemampuan beradaptasi petani dengan perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas karena penggunaan insektisida, fungisida, dan pupuk kimia (pupuk anorganik).
Sakupapi Melimpah

Sakupapi merupakan akronim dari sabut kelapa muda (degan), kulit ari kedelai, dan pelepah pisang. Ketiga bahan organik ini setelah dilakukan survai di sejumlah ternyata melimpah. Artinya mudah didapat, karena usaha masing-masing ada di sekitar kita. Sabut kelapa muda (degan) berasal dari warung es kelapa muda. Di sisi warung tampak, sabut ini dibuang dan teronggok yang sangat menganggu pemandangan.

Kulit ari kedelai dan air perendaman atau pencucian juga dibuang begitu saja sehingga mencemari lingkungan dengan aroma yang tidak sedap. Pelepah pisang biasanya setelah buah pisangnya diambil, dibiarkan teronggok di pekarangan tempat pohon-pohon pisang berada. Masih beruntung, jika pelepah pisang dimanfaatkan oleh pengepul untuk dikeringkan sebagai bahan kerajinan tangan. Jika tidak dimanfaatkan, akan jadi limbah yang mengganggu pemandangan dan lama kelamaan mengalami pembusukan.

Berikut tabel kandungan tiga komponen sakupapi yang berhasil dihimpun oleh Guru Galib.

Komponen Limbah Organik KandunganSabut Kelapa Muda (Degan)Kulit Ari KedelaiPelepah Pisang
Limbah padatsabut kelapa muda : daging dan air kelapa muda = 60% : 40% dipergunakan sebagai Pupuk Organik Padat (POP)Kulit ari keledai : kandungan kedelai = 10%:90% dipergunakan sebagai pupuk organik padat (POP)10% dipergunakan sebagai pupuk organik padat (POP), sedangkan 90% dipergunakan sebagai bahan kerajinan
Abu3,95% 25,12 %
antakruinon (antibakteri)V
bahan kering87,70 %
Calsium (Ca)V
energi3735 kal/g3060,48 kkal/kg 
FlavanoidV
hemiselulosa23,70%
Inokulum starterkhamirkhamirKhamir
IsoflavonV
kadar air5,43%
kalium (K)V23,00%
kalsium16,00%
kuinon (antibakteri)V
lemak kasar3,15%14.23%
Lignin3,54%
Magnesium (Mg)V
Natrium (Na)V
NitrogenV
phospor (P)V32,00%
ProbiotikV 
protein kasar14,45%3,00%
Saponin (antibakteri)V
Selulosa0,52%
serat kasar30,34% 47,01%29.40%
Tanninsenyawa antigizi yang terdapat pada sabut kelapaV
Vitamin AV
Vitamin BV
Vitamin CV
vitamin B6V
zat besiV
Limbah padat20% kulit singkong (200 gram dari 1 kilogram singkong) Arang briket Biogas Pupuk organikkulit kedelai yang mengapung pada saat pencucian pengganti konsentrat ransum ternak pupuk organiktidak ada limbah padat, jika pelepah pisang langsung dikeringkan untuk dimanfaakan sebagai bahan kerajinan
Limbah cairair bekas rendaman dan pencucian singkong dimanfaakan sebagai pupuk cair produktif (PCP) atau pupuk organik cair (POC)air bekas rendaman kedelai dan air bekas pencucian kedelai dimanfaakan sebagai pupuk cair produktif (PCP) atau pupuk organik cair (POC)tidak ada air bekas rendaman jika direndam bisa dimanfaatkan sebagai pupuk cair produktif (PCP) atau pupuk organik cair (POC)

Dua Ragam Fermentasi

Fermentasi bisa dilakukan seperti dalam pembuatan tape dan tempe. Dalam khamir tape terdapat organisme mikro, yaitu 1. Acetobacter aceti, 2. Candida utilis, 3. Endomycopsis burtonii, 4. Mucor sp., 5. Pediococcussp, 6. Rhizopus oryzae, 7. Saccharomyces cerevisiae, dan 8. Saccharomycopsis fibuligera. Dari ketujuh organisme mikro tersebut, 7. Saccharomyces cerevisiae yang paling berperan dalam fermentasi tape. Sedangkan dalam ragi tempe, terdapat organisme mikro, yaitu : 1. Rhizopus sp., 2. Rhizopus oligosporus, dan 3. Rhizopus oryzae. Ketiga jenis organisme mikro ini berperan dalam fermentasi tempe.

Dari Limbah untuk Limbah

Kita ketahui bersama bahwa tiap hari kita tidak terlepas dari botol plastik kemasan minuman. Limbah ini lama kelamaan menumpuk. Beruntung bahwa kini limbah tersebut bisa dimanfaatkan dengan beragam kerajinan dan teknologi tepat guna. Salah satu di antaranya, ialah wadah fermentasi limbah organik. Limbah botol kemasan minuman ini yang masih bertutup bisa kita kumpulkan setiap hari, semakin lama semakin banyak. Pada tutupnya kita buat berlubang tiga dengan penyolderan. Maksudnya untuk semi respirasi anaerob, menghindari kondensasi gas yang berakibat bisa membuat botol yang bersangkutan meletup.

Dengan memanfaatkan limbah botol kemasan minuman ini, kita dapat menghemat biaya produksi POC/PCP, dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Juga semakin bertambah POC/PCP yang kita produksi, dan menunjukkan keberlangsungan produksi. Artinya POC/PCP bisa kita produksi secara terus menerus, seiring bertambahnya limbah botol kemasan dan limbah organik. Jika dalam sehari kita bisa memperoleh lima botol, maka hari-hari berikutnya bertambah jadi 10, 15, 20, 25 dan seterusnya dan ukuran volumenya tidak usah dibatasi. Sebagai wadah pupuk organik cair, dimaksudkan untuk produksi dalam skala kecil. Sedangkan dalam skala besar, tentu kita menggunakan drum-drum plastik berukuran 100-200 liter. Tentu hal ini perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian. Padahal maksud semula ialah memanfaatkan limbah botol kemasan minuman.

Sebagai analogi, fermentasi bahan nabati dalam botol-botol kemasan minuman sama halnya dengan perendaman buah dan sayur dalam botol-botol infused water. Perbedaannya hasil akhir fermentasi berupa POC/PCP, sedangkan hasil akhir infused water bisa diminum sebagai minuman menyegarkan dan menyehatkan badan.

Selain POC/PCP, kita bisa memanfaatkan ampasnya juga sebagai penyubur dan penggembur tanah (POP). Kita bisa memanfaatkan untuk tanaman buah dalam pot (tabulampot). Satu-satunya kita beli, yaitu pot-pot yang berasal dari drum plastik bekas cat tembok berukuran 20 kilogram atau 25 kilogram.

POC/PCP yang kita peroleh bisa berasal dari limbah organik yang homogen. Namun, bisa kita peroleh secara heterogen (beragam) seperti campuran antara cacahan sabut kelapa muda, kulit kedelai, dan pelepah pisang. Sedangkan terkait durasi pemeraman tidak dibatasi, yang penting bahwa semakin lama pemeraman kualitasnya semakin baik.

Demikian, esai yang disampaikan Guru Galib sebagai resume hasil penelusuran di jagad maya yang melimpah.

Kemiri-Magelang, 20230722.14440801.13.16

Penulis tinggal di Pangkur, Budayawan, di GPMB Ngawi sebagai Penasihat.