Apuse, Kokon Dao!

Apuse, Kokon Dao!

Februari 6, 2023 0 By Kusfandiari MM Abu Nidhat

Estuman Kusfandiari MM Abu Nidhat

Lirik Lagu”Apuse” dan Artinya

Lirik LaguArtinya
Apuse, kokon daoKakek-nenek aku mau
Yarabe soren doreriPergi ke negeri seberang Teluk Doreri
Wuf lenso bani nema baki pasePegang sapu tangan dan melambaikan tangan
  
Apuse, kokon daoKakek-nenek aku mau
Yarabe soren doreriPergi ke negeri seberang Teluk Doreri
Wuf lenso bani nema baki pasePegang sapu tangan dan melambaikan tangan
  
Arafabye, aswarakwarKasihan aku, selamat jalan cucuku
Arafabye, aswarakwarKasihan aku, selamat jalan cucuku
  
Apuse, kokon daoKakek-nenek aku mau
Yarabe soren doreriPergi ke negeri seberang Teluk Doreri
Wuf lenso bani nema baki pasePegang sapu tangan dan melambaikan tangan
  
Arafabye, aswarakwarKasihan aku, selamat jalan cucuku
Arafabye, aswarakwarKasihan aku, selamat jalan cucuku
  
Apuse kokon daoKakek-nenek aku mau
Yarabe soren doreriPergi ke negeri seberang Teluk Doreri
Wuf lenso bani nema baki pasePegang sapu tangan dan melambaikan tangan
  
Arafabye, aswarakwarKasihan aku, selamat jalan cucuku
Arafabye, aswarakwarKasihan aku, selamat jalan cucuku

Lagu daerah “Apuse” berbahasa Biak, Provinsi Papua. Lagu ini bertangga Nada Mayor dengan Tanda Birama 4/4 dengan Tanda tempo Moderato atau sedang dengan Nada Dasar F. Tanda Birama 4/4 artinya setiap ketukan terdiri atas empat hitungan atau ketukannya bernilai seperempat.

Tangga Nada Mayor ialah salah satu tangga nada diatonis yang memiliki nilai jarak atau pola interval antar nada 1-1-½-1-1-1-½. Suatu musik atau lagu yang menggunakan tangga nada ini akan memberikan kesan yang ceria, riang, dan bersemangat.

Tanda Birama 4/4 ialah adalah tanda yang paling umum digunakan di hampir setiap genre musik. Tanda birama 4/4 menunjukkan setiap biramanya ada empat hitungan, dan setiap hitungan bernilai seperempat atau empat not seperempat dalam setiap birama.

Tanda Tempo Moderato ialah merupakan bagian dari tanda tempo sedang yang berarti lagu tersebut tidak cepat dan tidak lambat. 

Nada Dasar F ialah jika sebuah lagu menggunakan tangga nada Do = F, maka lagu tersebut menggunakan nada dasar Do =F. Jadi, jika ada tangga nada Do maka itu sama dengan juga dengan tangga nada F. Demikian pula sebaliknya, jika ada tangga nada F maka itu sama dengan juga dengan tangga nada Do.

Kata Sapaan

Menurut Chaer (1988: 136), kata sapaan adalah kata-kata yang dapat digunakan untuk menyapa, menegur, menyebut orang kedua, atau orang yang hendak diajak bicara. Contoh kata sapaan di antaranya : Anak-anak, Bapak, Ibu, Kakak, Nyonya, Saudara, Tuan, dan sebagainya. Dalam konteks bahasa tulis, kata sapaan harus diawali dengan huruf kapital.

Misalnya digunakan dalam kalimat-kalimat :

Anak-anak, marilah kita menyanyikan lagu “Apuse”!

Ayah, dalam hening sepi aku rindu (lirik lagu “Ayah” karya Ebiet G. Ade)

Ibuku sayang, masih terus berjalan (lirik lagu “Ibu” karya Iwan Fals.

Kakak, mari kita duduk di beranda depan!

Nyonya, masakan ini lebih lezat daripada masakan itu.

Saudara, kita akhiri saja percakapan ini!

Tuan, di manakah Jalan Manokwari?

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, kata sapaan berfungsi sebagai kata ganti nama pelaku dalam dialog. Oleh karenanya, ciri-ciri kata sapaan yang paling utama yaitu tidak memiliki perbendaharaan kosakata tersendiri.

Kalimat sapaan adalah kalimat yang digunakan untuk menyapa seseorang atau pihak kedua, baik tunggal ataupun jamak. Berdasarkan struktur kalimat, kalimat sapaan berupa : 1. kalimat berita, 2. kalimat tanya, dan 3. kalimat perintah.

Kata “Apuse” dalam bahasa Biak berarti “kakek” atau “nenek” atau “kakek-nenek”. Sebagai sapaan, kata “Apuse” mengacu kepada orang yang lebih tua, yaitu kakek atau nenek. Hal ini tergambar dengan jelas jika disebutkan dalam klausa,”Apuse, kokon dao!” yang artinya “Kakek/Nenek, saya mau!

Berdasarkan struktur puisi dan lirik lagu pada umumnya, pembaca puisi menyampaikan puisi dan penyanyi melantunkan lagu menunjukkan monolog. Dialog yang ada terjadi sepihak dari orang pertama kepada orang kedua. Orang pertama yang menyapa, dan orang kedua yang disapa. Dengan demikian, kata “Apuse” dari Larik 1 disampaikan oleh orang pertama untuk menyapa orang kedua yaitu orang yang lebih tua (orang tua ibu atau orang tua ayah). Monolog yang terjadi orang pertama berpamitan kepada orang kedua.

Adapun Larik 2 “Yarabe soren doreri” yang artinya      “Pergi ke negeri seberang Teluk Doreri” merupakan kelanjutan (klausa) dari larik 1. Larik 3 “Wuf lenso bani nema baki pase” yang artinya “Pegang sapu tangan dan melambaikan tangan” merupakan kalimat perintah dari orang pertama. Sedangkan Larik 4 “Arafabye, aswarakwar” yang artinya “Kasihan aku, selamat jalan cucuku”, menunjukkan jawaban atau tanggapan dari orang kedua (Apuse).

Berdasarkan struktur kalimat, Larik 1 “Apuse, kokon dao” yang diteruskan ke Larik 2 (berikutnya) “Yarabe soren doreri” (Pergi ke negeri seberang Teluk Doreri), menunjukkan kalimat berita. Artinya si cucu menyapa kakek/nenek bahwa ia akan pergi ke negeri seberang Teluk Doreri. Larik 3 merupakan kalimat perintah, dan Larik 4 merupakan kalimat seruan.

Itulah proses kreatif yang ditunjukkan oleh Tete (Bapak/Kakek?) Korinus Mandosir Sarumi.

Kiprah Tete Korinus Mandosir Sarumi

Pantai Batu Picah terletak di Distrik Warsa sekitar 75 kilometer dari kota Biak, Papua. Korinus Mandosir Sarumi lahir dari sepasang suami istri suku Wandamen yang berasal dari daerah Wondama, Wasior. Ia lahir pada 23 Juli 1940. Sebagaimana tradisi suku Wandamen dan sekitarnya, memberi nama anak cukup satu kata. Dalam hal ini “Korinus”. Namun, warga setempat memberikan tanmbahan nama “Sarumi” sebagai penanda Korinus berasal dari Wasior.

Orang tuanya ahli membuat senjata parang. Keahliannya ini membuat kedua orang tua Korinus berpindah ke Kampung Sowek di Pulau Biak untuk memperoleh kesempatan yang lebih baik. Senjata parang sebagai alat potong, alat tebas ketika memasuki hutan, dan bidang pertanian. Juga dipergunakan sebagai salah satu alat membuat rumah panggung.

Orang-orang terdahulu hidup di tengah hutan, termasuk di Biak sudah tradisi membangun rumah panggung. Rumah panggung merupakan rumah tradisional Indonesia mirip bentuk panggung (dasar rumah jauh dari atau tidak menempel pada tanah). Salah satu fungsi rumah panggung dibangun adalah agar terhindar dari genangan air dan hewan buas. Dengan memusatkan aktivitas di bagian atas rumah, hewan buas tidak akan mampu menjangkaunya.

Ciri Ciri Rumah Panggung di antaranya : 1. memiliki kolong yang serba guna, 2. posisinya dapat dipindahkan, 3. tahan jika terkena banjir, 4. jumlah tiang penyangga, 5. tangga di salah satu bagian rumah, 6. biasanya terbuat dari kayu.

Kayu yang dipakai untuk pembuatan rumah panggung adalah kayu besi (Instia bijuga) sebagai bahan utama struktur atau rangka rumah sedangkan kayu cempaka (Elmerrillia ovalis) dan kayu nyatoh (Palaquium spp) digunakan untuk melapisi interior atau bagian dalam rumah.

Masyarakat di Kampung Sowek, Biak menjunjung tinggi asas kekeluargaan. Oleh sebab itulah, kedua orang tua Korinus merasa hidup seperti di rumah sendiri dan bergaul seperti di lingkungan sebelumnya, yaitu daerah Wondana, Wasior. Begitu mengeluarganya, nama belakang “Mandosir” yang berasal dari Kampung Sowek pun akhirnya diturunkan kepada Korinus saat ia lahir.

Dengan demikian nama “Korinus Mandosir Surami” bermaksud “Korinus yang beroleh nama tambahan Mandosir dari Kampung Sowek dan nama tambahan Sarumi dari Kampung Wasior”.

Orang tuanya sangat memperhatikan dan mementingkan pendidikan bagi anak-anaknya. Sejak kecil, Korinus mendapatkan pendidikan dasar ala Belanda hingga ia memulai kariernya sebagai seorang guru. sejak awal 1960-an. Hal ini mengingat bahwa dulu sebelum tahun 1976, tahun pelajaran diawali pada bulan Januari.

Lirik lagu “Apuse” yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia mengabarkan suasana bagian Indonesia yaitu Papua. Lagu tersebut diciptakan pada tahun 1962, saat ia baru berusia 22 tahun. Selain menciptakan lagu Apuse, Tete (kakek) Korinus menciptakan lagu lain salah satunya berjudul “Di Taman Bunga”.

Dengan sepenuh hati sebagai tenaga pendidik, Korinus sangat bertanggung jawab mewujudkan pengabdiannya. Salah satu di antaranya ia berusaha menciptakan lirik-lirik lagu bermuatan pendidikan. Pendekatan inilah yang diandalkan oleh Korinus dalam upaya menarik perhatian para anak didiknya agar terus-menerus bersemangat belajar. Ia sangat ingin untuk membagikan semangat dalam menuntut ilmu setinggi mungkin kepada anak-anak yang mendiami kampung itu. Meski bersahaja, ia berkarakter, yaitu sangat senang, bangga, dan bahagia saat ia menyaksikan murid-muridnya bersemangat belajar.

Dengan berorientasi sebagai pendekatan yang efektif dan efisien, Korinus banyak menulis lagu-lagu sebagai pemantik semangat belajar anak-anak didik di sekolah. Kebanyakan lirik-lirik lagu yang digubah berbahasa Biak. Salah satu lagu ciptaannya yang berkesan dan menasional, ialah lagu “Apuse”.

Lirik lagu “Apuse” berbicara tentang orang tua yang mau mengajak anak-anak yang mau pergi sekolah ke Manokwari, atau anak-anak pada saat itu menyebutnya Doreri, supaya mereka pergi sekolah harus ingat orang tua. Mereka pergi ke sekolah itu ada tujuan, tidak sekadar pergi saja, sehingga bisa bersekolah dengan baik.

Pada era 1960-an, demi mendapatkan pendidikan dari institusi pendidikan yang mumpuni, anak-anak di Pulau Biak harus menempuh perjalanan berat naik perahu dan mendayung hingga ke Doreri (Manokwari). Para orang tua di sana harus membanting tulang agar anak-anaknya dapat menuntut ilmu setinggi mungkin. Kampung Sowek di Pulau Biak memang berada tepat di atas air laut. Mayoritas tempat tinggal masyarakat Kampung Sowek pun didominasi oleh rumah panggung hingga kini.

Di zaman itu, pada umumnya para orang tua berprofesi sebagai petani, dan nelayan. Meskipun demikian, dengan segala kemampuan yang ada, mereka tetap berusaha untuk mengirim anak-anaknya pergi merantau.  Mereka berharap agar kelak anak-anaknya dapat kembali ke kampung untuk membangun sesuatu di kampung tercintanya.

Mendasar deskripsi (inspirasi dari proses kreatif) tersebut di atas, Korinus menciptakan sekaligus menyanyikan lagu “Apuse” di depan para anak didiknya. Anak-anak pun tidak segan-segan dan tampak semakin bersemangat untuk menyanyikan lagu “Apuse”. Suasana riuh rendah dan menunjukkan pembelajaran yang hidup, terjalin keakraban antara guru dan para siswa.

Usai menyanyi bersama, kepada anak-anak didiknya, Korinus berpesan agar terus mengingat jasa-jasa orang tua mereka. Dengan cara ini, perjalanan berat mereka dalam menempuh pendidikan itu tak sia-sia.

Korinus menciptakan lagu ini dan memikirkannya sebagai seorang guru, merancang sendiri, bagaimana beliau syairkan itu dan memposisikan dirinya sebagai anak kecil yang bertemu orang tua agar mau untuk bersemangat pergi ke sekolah. Lagu ini ia maksudkan untuk memantik agar anak-anak mau pergi menempuh pendidikan, mencari kerja jauh dari orang tua dan kampung halaman, dan kemudian kalau berhasil, mereka membawa pulang hasil agar mereka bisa membangun Kampung Sowek yang tercinta.

Sosok bersahaja itu telah berpulang pada usia 82 tahun di sebuah rumah sakit di Pulau Biak, Papua, Rabu 14 September 2022. Jenazah Korinus diberangkatkan dari Biak ke Kampung Pamdi, Kabupaten Supiori, pada Jumat 16 September 2022. Korinus dimakamkan di samping pusara istrinya di sana pada Sabtu, 17 September 2022. Almarhum dan almarhuman meninggalkan empat orang anak, yaitu : Hellena Fransina Mandosir, Yohanis Samuel Mandosir, Wellem Laurens Mandosir, dan Katerina Yosepina Mandosir. Keempat anaknya diberi nama belakang Mandosir, sebagai wujud kecintaannya menetap di Kampung Sowek, tanah perantauan mereka. Tete Mandosir belum sempat mematenkan lagu ciptaannya tersebut. Semoga saja almarhum sempat memperoleh gaji pensiun.

Eksistensi Bahasa Papua

Secara umum, penduduk Papua terbagi ke dalam dua rumpun bahasa besar berdasarkan pembagian bahasa yang digunakannya, yaitu rumpun bahasa Austronesia dan rumpun bahasa non-Austronesia.

Rumpun Bahasa Papua Barat adalah satu rumpun dugaan yang terdiri dari 23 bahasa di Semenanjung Doberai di bagian barat pulau Papua dan di bagian utara Pulau Halmahera. Seluruh  penuturnya berjumlah sekitar 220.000 orang. Bahasa Papua Barat yang paling terkenal adalah bahasa Ternate dengan sekitar 50.000 penutur.

Di Papua terdapat 277 bahasa, yaitu Bahasa : 1. Lani, 2. Abinomn, 3. Abun, 4. Aghu, 5. Airoran, 6. Ambai, 7. Anasi, 8. Ansus, 9. Arandai, 10. Arguni, 11. As, 12. Asmat Pantai Kasuari, 13. Asmat Tengah, 14. Asmat Utara, 15. Asmat Yaosakor, 16. Atohwaim, 17. Auye, 18. Awbono, 19. Awera, 20. Awyi, 21. Awyu Asue, 22.  Awyu Tengah, 23. Awyu Edera, 24. Awyu Jair, 25. Awyu Utara, 26. Awyu Selatan, 27. Bagusa, 28. Baham, 29. Barapasi, 30. Bauzi, 31.  Bayono, 32. Bedoanas, 33. Beneraf, 34. Berik, 35. Betaf, 36. Biak, 37. Biga, 38. Biritai, 39. Bonggo, 40. Burate, 41. Burmeso, 42.  Burumakok, 43. Buruwai, 44. Busami, 45. Citak, 46. Citak Tamnim, 47. Dabe, 48. Damal, 49. Dani Lembah Bawah, 50. Dani Lembah Tengah, 51. Dani Lembah Atas, 52. Dani Barat, 53. Dao, 54. Dem, 55. Demisa, 56. Dera, 57. Diebroud, 58. Dineor, 59. Diuwe, 60. Doutai, 61. Duriankere, 62. Dusner, 63. Duvle, 64. Edopi, 65. Eipomek, 66. Ekari, 67. Elseng 3, 68. Emem, 69. Eritai, 70.  Erokwanas, 71. Fayu, 72. Fedan, 73. Foau, 74. Gresi, 75. Hatam, 76. Hupla, 77. Iau, 78. Iha, 79. Iha Pijin, 80. Irarutu, 81. Iresim, 82.  Isirawa, 83. Itik, 84. Iwur, 85. Jofotek-Bromnya, 86. Kaburi, 87. Kais, 88. Kaiy, 89. Kalabra, 90. Kamberau, 91. Kamoro, 92. Kanum Bädi, 93. Kanum Ngkâlmpw, 94. Kanum Smärky, 95. Kanum Sota, 96. Kapauri, 97. Kaptiau, 98. Karas, 99. Karon Dori, 100. Kaure, 101. Kauwera, 102. Kawe, 103. Kayagar, 104. Kayupulau, 105. Kehu 5, 106. Keijar, 107. Kemberano, 108. Kembra, 109. Kemtuik, 110. Ketengban, 111. Ketum, 112. Kimaghima, 113. Kimki, 114. Kirikiri, 115. Kofei, 116. Kokoda, 117. Kombai, 118. Komyandaret, 119. Konda, 120. Koneraw, 121. Kopkaka, 122. Korowai, 123. Korupun-Sela, 124. Kosare, 125. Kowiai, 126. Kuri, 127. Kurudu, 128. Kwer, 129. Kwerba, 130. Kwerba Mamberamo, 131. Kwerisa, 132. Kwesten, 133. Kwinsu, 134. Legenyem, 135. Lepki 5, 136. Liki, 137. Maden, 138. Mai Brat, 139. Mairasi, 140. Maklew, 141. Melayu Papua, 142. Mamberamo, 143. Mander, 144. Mandobo Atas, 145. Mandobo Bawah, 146. Manem, 147. Manikion, 148. Mapia, 149. Marau, 150. Marind, 151. Marind Bian, 152. Masimasi, 153. Massep 3, 154. Matbat, 155. Mawes, 156. Ma’ya, 157. Mekwei, 158. Meoswar, 159. Mer, 160. Meyah, 161. Mlap, 162. Mo, 163. Moi, 164. Molof, 165. Mombum, 166. Momina, 167. Momuna, 168. Moni, 169. Mor, 170. Mor, 171. Morai, 172. Morori, 173. Moskona, 174. Mpur, 175. Munggui, 176. Murkim, 177. Muyu Utara, 178. Muyu Selatan, 179. Nafri, 180. Nakai, 181. Nacla, 182. Namla 5, 183. Narau, 184. Ndom, 185. Nduga, 186. Ngalum, 187. Nggem, 188. Nimboran, 189. Ninggerum, 190. Nipsan, 191. Nisa, 192. Obokuitai, 193. Onin, 194. Onin Pijin, 195. Ormu, 196. Orya, 197. Papasena, 198. Papuma, 199. Pom, 200. Puragi, 201. Rasawa, 202. Riantana, 203. Roon, 204. Samarokena, 205. Saponi, 206. Sauri, 207. Sause, 208. Saweru, 209. Sawi, 210. Seget, 211. Sekar, 212. Semimi, 213. Sempan, 214. Sentani, 215. Serui-Laut, 216. Sikaritai, 217. Silimo, 218. Skou, 219. Sobei, 220. Sowanda, 221. Sowari, 222. Suabo, 223. Sunum, 224. Tabla, 225. Taikat, 226. Tamagario, 227. Tanahmerah, 228. Tandia, 229. Tangko, 230. Tarpia, 231. Tause, 232. Tebi, 233. Tefaro, 234. Tehit, 235. Tobati, 236. Tofanma, 237. Towei, 238. Trimuris, 239. Tsaukambo, 240. Tunggare, 241. Una, 242. Uruangnirin, 243. Usku 5, 244. Viid, 245. Vitou, 246. Wabo, 247. Waigeo, 248. Walak, 249. Wambon, 250. Wandamen, 251. Wanggom, 252. Wano, 253. Warembori, 254. Wares, 255. Waris, 256. Waritai, 257. Warkay-Bipim, 258. Waropen, 259. Wauyai, 260. Woi, 261. Wolai, 262. Woria, 263. Yahadian, 264. Yale Kosarek, 265. Yali Angguruk, 266. Yali Ninia, 267. Yali Lembah, 268. Yaqay, 269. Yarsun, 270. Yaur, 271. Yawa, 272. Yei, 273. Yelmek, 274. Yeretuar, 275. Yetfa, 276. Yoke, 277. Zorop

Bahasa Biak (wós Vyak) adalah salah satu bahasa Austronesia dari 277 bahasa yang dituturkan di Provinsi Papua terutama di Pulau Biak, Pulau Numfor, dan sekitarnya. Penutur bahasa ini pada tahun 2000 berjumlah 30.000 orang. Bahasa Biak dituturkan oleh etnik Biak di Kampung Kajasbo, Distrik Biak Timur, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penduduk, bahasa Biak dituturkan juga oleh masyarakat yang tinggal di Kampung Wanderbo, Adibai, Son, dan Opiaref.

Berdasarkan penghitungan dialektometri, isolek Biak merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 92%—100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya bahasa Serui Laut, Yawa Onate, dan Warari Onate.

Sebagai salah satu bahasa Austronesia yang luas sebarannya di bagian utara Papua. Hal itu sehubungan kebiasaan melaut suku Biak yang sudah turun-temurun. Menurut catatan Pemkab Biak Numfor, jumlah penutur Bahasa Biak kurang lebih 50.000 – 70.000 orang. Bahasa ini memiliki proses derivasi yang unik karena (1) hanya terdapat pada verba dan adjektiva yang berubah menjadi nomina, (2) pada umumnya verba dan adjektiva yang memiliki dua sampai tiga suku kata, (3) proses derivasi berkaitan dengan suku kata, (4) derivasi kata terjadi dengan penggabungan morfem <a> dalam suku kata dengan berbagai alomorf, (5) hasil proses derivasi berbentuk reduplikasi atau pengulangan yang rumit namun di balik itu ada keteraturan, terutama pada kata-kata yang bersuku satu dan dua.

Saat ini, di Biak Numfor kebanyakan penutur memilih berbicara dengan bahasa Indonesia dialek Papua yang sesekali diselipi kata-kata bahasa Ibu atau bahasa setempat seperti “au” yang artinya “kamu” atau “fis” yang artinya “berapa” untuk keperluan transaksi di pasar tradisional.

Sejak 2010 lalu, Lembaga Pendidikan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) telah memasukkan Bahasa Biak dalam kategori vulnerabel alias rentan. Jika tidak dijaga, ia berpotensi punah. Ujung-ujungnya, sejarah pulau tersebut yang tertuang dalam lirik-lirik wor tak lagi bisa diuraikan.

Di seantero nusantara, bukan bahasa Biak semata yang terancam. Menurut Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dadang Sunendar, sejauh ini lembaganya telah mengidentifikasi 617 bahasa daerah di Indonesia. Dari jumlah itu, 15 di antaranya sudah punah. Terdata 139 bahasa terancam punah.

Passion

Lewat esai ini, Guru Galib menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya buat Tete Korinus Mandosir Sarumi atas jasa-jasanya membangun karakter anak negeri. Juga berharap generasi muda bersemangat dalam menempuh pendidikan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, bisa mewujudkan lapangan kerja yang layak sesuai kehendak zaman, mengikuti pendekatan pembelajaran yang telah ditunjukkan oleh Tete Korinus. Ada pula yang bersemangat untuk menggubah lirik-lirik lagu bermuatan kearifan lokal dengan Bahasa Ibu setempat, sehingga peradaban bisa dikembangkan dengan penuh warna keindahan. Serta komunikasi antarwarga menggunakan bahasa-bahasa lokal tetap eksis di sepanjang zaman. Aamiin.

Jujur, Guru Galib tidak menguasai Bahasa Biak dan serumpunnya. Jika bahasa sebagai kode komunikasi, maka masing-masing bahasa menunjukkan kode komunikasi yang unik. Betapa bahwa warga setempat memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam menerapkan kode komunikasi yang terpelihara dalam kehidupan sehari-hari. Meski penuturnya hanya berjumlah ratusan orang, bahasa lokal yang bersangkutan tetap menunjukkan eksistensinya sebagai kode komunikasi yang unik. Guru Galib hanya bisa menggunakan Bahasa Ibu Bahasa Jawa, sedangkan dengan Bahasa Madura yang dekat saja tidak paham. Dan ia tidak mampu melakukan alih kode komunikasi. Namun, merasa bangga bahwa Indonesia memang benar-benar kaya.

Apuse, injo!

Pangkur – Ngawi, 20230205.14440713.20.43

Penulis tinggal di Pangkur, Budayawan, di GPMB Ngawi sebagai Penasihat.