Seni Membaca Karakter Orang Lain

Seni Membaca Karakter Orang Lain

Januari 23, 2023 0 By Kusfandiari MM Abu Nidhat

Estuman Kusfandiari MM Abu Nidhat

Sama halnya parang dan pisau, beragam skill  yang kita miliki harus kita asah. Semakin sering diasah, semakin meningkat manfaatnya. Secara dikotomi, skill  dibagi dua macam, yaitu hard skill  dan soft skill . Soft skill  adalah kemampuan komunikasi, karakteristik seseorang, kecerdasan sosial yang melekat, serta kemampuan beradaptasi dengan baik di dalam kehidupan maupun dunia kerja. Beberapa contoh soft skill , di antaranya : komunikasi, problem solving, kepemimpinan, adaptasi, etika kerja, decision making, time management, conflict resolution, berpikir kritis, kerja sama tim, kreativitas, depandibility.

Masing-masing contoh skill  tersebut di atas, bisa dirinci, dan bisa ditingkatkan (dipertajam) dengan : mengamati soft skill  dari seseorang, menetapkan pencapaian, dan menetapkan tempat pembelajaran.

Pada kesempatan ini, Guru Galib membatasi pada satu hal, yaitu skill  (seni) membaca karakter orang lain.

Setiap kita sebenarnya sudah dibekali skill  membaca karakter orang lain. Sama halnya, sabit dan pahat, skill  yang satu ini bisa ditingkatkan ketajamannya. Untuk itu, skill  ini bisa kita pelajari, bagaimana mengenali karakteristik skill, serta kuantitas dan kualitas target yang akan dicapai.

Meski baru saja kita kenal, kita langsung bisa membaca karakter seseorang. Bekal awal yang kita miliki, ialah kesediaan dan atau kemampuan berkomunikasi. Bagaimana mungkin kita bisa mengenal karakter orang lain, jika kita sendiri tidak pernah berkomunikasi. Iklan terkenal sepanjang masa “Tak Kenal maka Tak Sayang” berlaku untuk siapapun, kapanpun, dan di manapun. Untuk keperluan komunikasi inilah, kita berusaha memperdalam sikap “kenal” dan “sayang”.

Dengan mengenal karakter orang, kita akan bisa memegang inisiasi dan beradaptasi dengan orang-orang yang kita ajak berkomunikasi. Intinya berkomunikasi dan mengenal karakter adalah dua hal yang berlaku timbal balik (saling mendukung dan menguatkan). Dengan cara ini bahkan, mereka bisa kita jadikan sahabat atau komunikan yang bisa memberikan masukan yang signifikan.

Yakinlah bahwa setiap kita bisa meningkatkan skill  mengenal karakter orang lain dari pertemuan pertama. Secara internal, kita harus terbuka dengan siapapun, membuat batasan terkait privacy yang tidak perlu dibicarakan, memperhatikan penampilan diri sendiri, mendengarkan bisikan hati nurani tentang kebenaran, dan memastikan bahwa komunikasi tidak akan mengganggu hubungan.

Sedangkan secara eksternal, tentu berkaitan dengan karakter pribadi yang kita ajak berkomunikasi. Ada beberapa hal yang bisa kita perhatikan dari komunikan, antara lain : gerakan tubuh (berjalan, berjabat tangan, mendekati, menjauhi, bergerak ke samping, menghindar, membungkuk, membusungkan dada, dan sebagainya), gerakan kaki (menyilangkan kaki, berdiri tegak, berdiri condong, bersandar pada dinding, dan sebagainya), gerakan tangan (bertepuk tangan, mengepalkan tangan, menggebrak, meninju, membuat isyarat dengan jari-jemari, memegang sesuatu, membawa sesuatu, dan sebagainya).

Bahasa mimik menyangkut ekspresi kepala (mengangguk, menggeleng, mendongak, memaling, menunduk) dan ekspresi wajah (senang, bahagia, sedih, marah, kecewa, penasaran, tersenyum, menyeringai, menjulurkan lidah, mengedipkan mata, menatap tajam, melirik, permainan alis mata, kontak pandangan, permainan rahang dan dagu, dan sebagainya).

Konten (materi) ucapan yang disampaikan (obrolan ringan, pengulangan ucapan, intonasi, diksi, dinamika, gaya bicara (bahasa menunjukkan bangsa).

Hal-hal di luar dari bahasa tubuh, bahasa mimik, dan konten ucapan, seperti : penampilan (busana yang dikenakan), tulisan tangan, tanda tangan, upaya meniru bahasa tubuh lawan, mengatur waktu (intensitas melihat jam tangan atau ponsel), cara memperlakukan orang yang dihadapi (merasa inferior atau superior), cara memperlakukan orang superior atau inferior yang dihadapi, cara makan, cara minum, makanan dan minuman yang disukai, cangkir yang disukai, berbelanja, kebiasaan nonverbal, ketergantungan dengan ponsel, cara membeli atau memesan, cara membaca informasi, cara menulis di ponsel, cara memanfaatkan waktu, selera musik, dan sebagainya.

Guru Galib tidak mau bergosip, secara khusus membicarakan “aib” atau “aurat” atau “privacy” orang lain. Ia cukup membaca karakter orang diajak bicara. Berkomunikasi hanya untuk kepentingan sesaat (sementara), sesudah itu habis perkara. Sedangkan jika bertemu lagi dalam waktu yang tidak bisa ditentukan, ia bisa “meladeni” dengan bekal “kemampuan membaca karakter” yang semakin meningkat ketajamannya.

Guru Galib tidak belajar di tempat pembelajaran secara formal. Ia tidak perlu mengikuti workshop, seminar, simposium, pendidikan, pelatihan, kursus hipno terapi, dan sebagainya tetapi langsung belajar dalam kesempatan berkomunikasi dengan orang-orang yang ia jumpai. Ia benar-benar memanfaatkan komunikasi untuk menggali beragam karakter. Ia selalu bersikap “welcome” dengan siapapun.

Pangkur-Ngawi, 20230122.14440629.03.45

Penulis tinggal di Pangkur, Budayawan, di GPMB Ngawi sebagai Penasihat.