Otodidak Tiada Pembimbing Jalan Sendiri Sajalah

Otodidak Tiada Pembimbing Jalan Sendiri Sajalah

Desember 28, 2022 0 By Kusfandiari MM Abu Nidhat

Otodidak Tiada Pembimbing Jalan Sendiri Sajalah

Estuman Kusfandiari MM Abu Nidhat

Guru Galib menemukan dua ungkapan “Tidak ada makan siang yang gratis”, dan “Mana ada yang gratis di zaman ini, buang air saja bayar”. Ia sempat kepikiran bagaimana menggabungkan dua ungkapan ini. Maka, hasilnya “Mana ada makan siang gratis, buang air saja mbayar!” Ungkapan baru yang dibuatnya jadi tidak enak didengar, manakala sedang menikmati hidangan yang telah disediakan. Juga akan terasa aneh manakala berada di kamar kecil.

Guru Galib memang tidak benar-benar serius dalam mengemukakan pendapat. Asal bicara, yang penting bisa tampil beda manakala diminta untuk menyampaikan pendapatnya. Tidak peduli lawan bicara atau audiens jadi tidak enak badan maupun tidak enak rasa. Ia ingin menunjukkan bahwa berpendapat (baca: yang dituangkan dalam tulisan) sebenarnya mudah saja. Sama halnya dengan orang berbicara, lancar dan meluncur begitu saja.

Secara ekstrem, berbicara dan menulis sebenarnya setali tiga uang, dan gratis bebas tidak ada yang melarang. Kalaupun ada yang mengatakan sulit, itu disebabkan bahwa ia lagi membayar mahal. Yang penting setiap hari serius dan tekun. Yang penting setiap hari menulis berdasarkan yang ia “bicarakan”. Yang penting bisa menangkap peristiwa atau fenomena yang ada, kemudian mengolahnya jadi tulisan. Pisau yang awalnya tumpul, kalau diasah berkali-kali, niscaya akan menampak ketajamannya. Gunting tumpul yang untuk menggunting plastik saja sulitnya bukan main. Namun, setelah diasah, gunting pun bisa dipergunakan untuk menggunting karton. Ketumpulan bukan hanya karena berkarat, melainkan karena tidak pernah digunakan.

Guru Galib sebenarnya ingin menunjukkan bahwa dirinya harus bisa menepis kemalasan dan beragam alasan yang membuat dirinya malas menulis. Kalaupun ia sempat mendengar teman-temannya yang berkeinginan menulis dan tidak pernah bisa kesampaian menulis, ia benar-benar merasa heran. Namun, ia menemukan jawabannya : keinginannya hanya sebatas keinginan, tanpa ada aksi nyata. Betapa banyak orang punya keinginan, tetapi dalam waktu yang lama bahkan tanpa batasan, mereka hanya berkutat dalam keinginan. Sederhana, itu saja.

 Mengharapkan turunnya ilmu dari para penulis merupakan hil yang mustahal. Bukan lagi hal yang mustahil. Artinya memang benar-benar mahal. Lagi pula, mereka akan kesulitan menerangkan bagaimana mereka tiba-tiba bisa menulis. Dalam pelatihan menulis ragam apapun, selalu ditemukan mereka yang sudah di atas angin berbicara secara general tanpa memberikan contoh kongkret. Mereka hanya bisa menunjukkan pengalamannya melanglang ke seluruh penjuru dunia. Ditunjukkan perjalanannya ke Amerika, Belanda, Chile, Dubai, dan lain-lain, dan sebagainya.

Lalu dari grup WhatsApp yang dibangun untuk menghubungkan antara penulis, admin, dan audiens, tidak jarang ditemukan segala ragam pujian. Mulai dari jempol tangan kiri, ucapan “mantap”, “keren”, “joss” dengan segala variasinya, dan lain-lain dan sebagainya.  Audiens hanya dibuat ternganga tanpa daya. Audiens Padahal secara tidak disadari audiens menghendaki bagaimana praktisnya menulis.

Satu kata kunci yang mesti dipegang ialah otodidak. Jika Alquran menyatakan “Iqra!” – “Bacalah!”, maka perintah ini sebenarnya sudah merupakan pelajaran yang berharga. Setiap kali, Guru Galib belajar membaca. Ia belajar membaca contoh-contoh yang sudah ada. Kemudian ia belajar menulis dengan memahami dan mendasar contoh-contoh yang sudah ada. Itu saja, gratis, dan tidak berbelit-belit, dan tidak usah membayar mahal.

Meski bukan gerakan bawah tanah ataupun menelusuri jalan tikus, Guru Galib dengan caranya sendiri, akhirnya menemukan jalannya sendiri untuk menulis. Jika memang tidak ada yang membimbing, yang jalan sendiri sajalah!

Kalaupun ada yang meremehkan : Guru Galib bisa apa? Itu sudah cukup sebagai trigger ataupun booster, agar ia semakin menjadi-jadi untuk menulis. Tidak perlu mencari-cari siapa yang meremehkan. Toh ia hanya sekedar bicara, dan tidak mungkin menelusuri aktivitas Guru Galib.

Pangkur-Ngawi, 20221223.14440529.06.08

Penulis tinggal di Pangkur, Budayawan, di GPMB Ngawi sebagai Penasihat.