Mengulik Pribadi Sanguinis

Desember 20, 2022 0 By Kusfandiari MM Abu Nidhat

Estuman Kusfandiari MM Abu Nidhat

Guru Galib termasuk orang dengan tipe pribadi sanguinis. Meski mungkin waktu kecilnya termasuk anak yang introvert, menjelang dewasa, ia berusaha jadi pribadi yang ekstrovert. Hal ini berkat ia membaca buku-buku perpustakaan sekolah yang tidak pernah dibaca oleh warga sekolah. Terutama buku-buku psikologi dan entrepreneur. Buku-buku yang menyumbang wawasannya di waktu dewasa kelak.

Laksana kamera DLSR definisi tinggi, Guru Galib mampu menangkap percakapan yang terjadi di antara para kenalannya. Tidak jarang ia menatap tajam wajah orang-orang yang lagi berbicara. Bukan bermaksud melakukan interogasi, tetapi  cenderung lebih menghargai apa yang dibicarakan, merasa seolah-olah lagi “ditelanjangi” atau “dilucuti”. Tidak jarang mungkin orang yang “ditatapnya” merasa risih. Sikap semacam inilah yang tidak pernah dimiliki orang kebanyakan. Mereka lebih banyak membiarkan orang yang lagi berbicara tanpa memperhatikan bagaimana ia berbicara. Tahu-tahu perbincangan berakhir tanpa penyelesaian. Tanpa kesimpulan. Memang, apa boleh buat, perbincangan terjadi di ranah tidak formal. Namun, sebenarnya di ranah formal pun sering terjadi tidak memperhatikan bagaimana orang berbicara bahkan juga apa yang dibicarakan.

Sebagai pribadi sanguinis, Guru Galib sangat menyadari kelebihan dan kekurangannya. Adapun kelebihannya, pertama, ia memiliki optimisme tinggi. Optimisme adalah keyakinan atas segala sesuatu dari sisi yang positif, dan menyenangkan. Ia selalu bersikap mempunyai harapan baik dalam segala hal.

Kedua, ia bersikap percaya diri yang tinggi. Sikap ini merupakan salah satu modal dalam menggapai kebahagiaan. Meski ia tidak ingin jadi pemimpin, dan ia lebih condong sebagai “ing madya mangun karsa”, ia turut andil dalam menyumbang keputusan penting dalam berorganisasi. Ia menemukan dan menghayati lima manfaat memiliki rasa percaya diri, yaitu : membangkitkan semangat, tidak takut menghadapi kegagalan, berbadan sehat, memperlancar karier, serta berusaha mencari dan menemukan  peluang.

Ketiga, ia mudah bergaul dengan siapapun. Sayangnya, sikap “welcome” ini tidak mudah ditanggapi oleh sejumlah orang dengan berbagai alasan. Sebagian di antara mereka bahkan menjauhi. Padahal ia sangat mengharapkan orang-orang bisa diajak kerja sama untuk sekedar berkomunikasi. Ia sadar betul memiliki ciri-ciri mudah bergaul (friendly), yaitu mencakup : ramah pada siapa saja yang ditemui, mudah berbaur dengan orang sekitar di lingkungan baru, easy going untuk diajak masuk ke lingkaran pertemanan manapun, mudah membangun kerja sama terlepas dari siapapun rekannya, dan ringan tangan untuk membantu siapapun yang sedang mengalami kesulitan.

Keempat, ia bersikap ekspresif. Ekspresif termasuk kata sifat (adjektif) dan mendeskripsikan segala hal yang tersimpan di batin untuk diungkapkan secara lisan maupun perilaku. Secara ekspresif, ia berkemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bentuk wacana yang argumentatif, deskriptif, naratif, dan persuasif.

Kelima, ia tergolong orang yang cerdas. Ia berkeyakinan bahwa cerdas merupakan bagian dari pola pikir efektif, efisien, dan berdaya guna sehingga menghasilkan gagasan berkualitas. Pola pikir yang dimaksud, di antaranya mencakup : melihat suatu hal dari berbagai sudut pandang, berpikir kritis sampai yang sekecil-kecilnya, kreatif dalam melihat suatu hal, mengambil keputusan berdasarkan banyak pertimbangan, dan berpikir secara cepat untuk bisa beradaptasi dengan berbagai situasi.

Keenam, ia suka mencari pengalaman baru. Dengan menguasai subjek, ia ingin terlibat dalam suatu kegiatan, disertai dengan cara terjun langsung, menghadapi dan menyelesaikan suatu masalah, dan tidak sekedar membaca petunjuk teknis atau mendengar tuturan orang lain semata. Sejumlah hal yang menyangkut perolehan pengalaman baru, antara lain mencakup : tidak terlalu banyak mempertimbangkan, berusaha memperoleh manfaat dari setiap kesempatan, merayakan kesalahan karena kesalahan kelak akan jadi sesuatu di masa lalu, dan berbagi hasil pengalaman yang telah diperoleh, serta membuat catatan yang menarik termasuk anekdot dalam berbagai kesan.

Ketujuh, ia termasuk pembicara yang baik. Secara terus-menerus, ia berusaha memperbaiki suara sebagai salah satu proyeksi kepribadian seorang pembicara. Sebagai pembicara yang baik, ia memahami betul tentang tiga elemen penting, yaitu penyaji, isi pesan dan audiens. Jika tidak ada kesempatan tampil, pribadi saunguisis tetap bisa mengukur seseorang benar-benar menggali potensi terbaiknya agar ia dapat menghadirkan sebuah pidato yang berkualitas. Isi pesan yang disampaikan mengalir lancar dalam mewujudkan deskripsi, narasi, argumentasi, maupun persuasi. Gagasan demi gagasan dikelola dan diuraikan secara jernih, lugas, gamblang. Kondisi semacam ini membuat audiens berada dalam pemahaman yang optimal.

Kedelapan, ia termasuk pemaaf. Secara etimologi, kata `maaf` berarti meninggalkan dan atau membiarkan sesuatu. Jadi pemaaf adalah orang yang memberi maaf (membiarkan orang lain bersalah dan tidak menuntut orang lain meminta maaf maupun memaksa memperbaiki dari kesalahan yang dilakukan).

Sedangkan kekurangan Guru Galib sebagai pribadi sanguinis adalah pertama ceroboh. Ceroboh bisa dimaknai tidak sopan; kasar (kurang ajar dan sebagainya). Hal ini bersifat temporer atau tidak terus-menerus. Mungkin untuk mengatasi kejenuhan atau menyembunyikan kejengkelan terhadap seseorang. Kompensasinya, ia bisa mengalihkan ke dalam nama tokoh dan tempat fiktif yang jauh dari fakta yang ada. Ia selalu menyimpan nomor ponsel baru. Manakala nomor tersebut tidak dikenali identitasnya, ia segera menyimpannya dengan memberi nama seenaknya, seperti Tarantula Shaunsheep, Nokturnal Flinstone, Semutireng Doraemon. Kata pertama Tarantula, Nokturnal, dan Semutireng menunjukkan nama grup yang ia ikuti. Termasuk kurang ajarkah, sikap seperti ini(?)

Kedua, ia termasuk orang yang gegabah. Tidak jarang ia gegabah dalam membuat keputusan. Ia sadar betul bahwa ia bakal menghadapi risiko yang sangat merugikan. Di antaranya dengan gagah, ia bakal menghadapi kenyataan rawan gagal, membuat masalah semakin runyam, semakin menambah kesulitan, membiarkan rasa frustasi berlarut-larut, dan tenggelam dalam penyesalan.

Ketiga, ia tergolong orang yang sulit berkonsentrasi. Meski tidak sering, ia berpotensi mengalami gangguan berpikir dan susah memperhatikan sesuatu. Ia sadar betul bahwa sulit berkonsentrasi bisa menghambat aktivitas dan berdampak pada produktivitas kerja. Kebiasaan keliru yang pernah ia alami, antara lain mencakup : terbiasa menjalankan multitasking, asyik terhadap suatu kegiatan sehingga kurang tidur, mengalami kebosanan dalam menyelesaikan tugas, terlalu sibuk dengan hobi yang tidak begitu penting, dan terbiasa dengan pikiran berlebih (overthinking).

Keempat, ia tidak mudah puas. Rasa puas sesungguhnya terwujud manakala target yang direncanakan tercapai atau terwujud. Namun, baginya, ia masih saja merasa tidak puas. Ia menerapkan sikap perfeksionisme. Perfeksionisme adalah keyakinan bahwa seseorang harus menjadi sempurna yaitu kondisi terbaik pada aspek fisik maupun non-materi. Sikap ini sering berbenturan dengan kenyataan yang ia hadapi, berlawanan 180 derajat. Ia mesti banyak belajar menghadapi kenyataan.  

Kelima, ia bersikap impulsif. Mungkin hal ini bawaan dari doktrin guru sebagai pusat perhatian,”Perhatikanlah saya, anak-anak!” Doktrin ini terbawa dalam pergaulan di masyarakat, di mana pada akhirnya ia ingin mendapat perhatian lebih dari orang di sekitarnya. Belakangan, ia pelan-pelan meninggalkan sikap ini, seiring dengan pengetahuannya bahwa ia sangat mengabaikan orang-orang yang mengabaikan dirinya. Konsekuen dan konsisten!

Keenam, ia cepat merasa bosan. Meskipun demikian, ia menolak digolongkan orang yang mengalami anhedonia. Anhedonia adalah kondisi seseorang yang sulit menikmati hidup dan kesenangan, serta kehilangan minat terhadap aktivitas yang sebelumnya dianggap menarik. Oleh sebab itu ia menolak keras doktrin anhedonia, dengan sejumlah pernyataannya sendiri : bahwa bosan tidak identik dengan tidak bahagia, bosan tidak identik dengan apatis, bosan bukan berputus asa, bosan bukan berarti mengalami depresi, menghindari sejauh mungkin sikap attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), mengedepankan pengaturan waktu meski tidak mudah, dan berusaha menguasai segala ragam sudut pandang.

Ketujuh, ia mudah mengalami pergantian mood. Tidak jarang, ia tenggelam dan “berenang-renang” dalam suasana hati yang bervariasi. Apakah suasana hati semacam ini termasuk kekurangan? Ia bisa mengantisipasi dengan benar-benar menghayati suasana hati yang ada, dan berusaha menuangkannya dalam puisi atau lirik lagu, cerita pendek atau pentigraf, dan sebagainya.

Maka mendasar esai tersebut di atas, jangan-jangan Anda adalah Guru Galib? Atau Anda mengalami reinkarnasi dari sejumlah sikap Guru Galib?

Pangkur-Ngawi, 20221219.14440525.18.35

Penulis tinggal di Pangkur, Budayawan, di GPMB Ngawi sebagai Penasihat.